Pelayanan Memberi Perhatian

(Ashley Hales)

Bagaimana kita menyiapkan hati untuk mengalami Tuhan

Ketika saya memikirkan saat-saat hati saya tersiapkan dengan baik dan dapat melakukan rutinitas disiplin rohani secara teratur, saya teringat saat saya menyelinap ke dekat lemari kecil di bawah tangga  rumah masa kecil saya. Sebagai seorang remaja, saya menyalakan lilin, menulis jurnal doa-doa saya, dan mencentang daftar bacaan Alkitab harian saya. Di tempat yang nyaman itu, saya belajar disiplin-disiplin rohani tentang mengalami Tuhan. Namun, ketika kesibukan persiapan masuk universitas meningkat, dan saya punya pacar, dan kemudian, ketika tuntutan-tuntutan pekerjaan, pernikahan, dan anak-anak bertambah banyak, saya bingung bagaimana saya dapat memelihara kehidupan rohani yang bergairah di tengah berbagai kebutuhan mendesak rutinitas saya sehari-hari.

Kita bisa cenderung menganggap persiapan hati sebagai daftar kegiatan dari membaca Alkitab sampai kehidupan moral atau tindakan-tindakan kemurahan. Ketika disipilin-disiplin rohani kita tidak sesuai dengan jadwal kita yang padat atau emosi kita yang tak terkendali, kita biasanya akan berusaha lebih keras untuk menepati daftar periksa itu atau melupakannya sama sekali. Namun, bagaimana jika kita memikirkan saja kehidupan Kristen kita dari gambaran-gambaran konkret yang dipakai Yesus sendiri—seperti menuai dan menabur ladang, atau seperti rumah yang memiliki banyak ruang?

Tetapi bagaimana kita melakukannya?

Dimulai dari hal kecil: dengan disiplin atau berlatih memberi perhatian.

Kesadaran yang terfokus dapat membantu mengarahkan kita pada saat kita sendirian dengan Tuhan maupun saat kita berinteraksi dengan orang lain. Kesadaran itu dapat melembutkan hati kita terhadap hal-hal yang Tuhan sukai dan mencondongkan hati dan tindakan kita kepada orang-orang yang Dia ingin kita kasihi. Seperti saat kita menjadi atentif, penuh perhatian—kepada dunia di sekeliling kita, pada kebutuhan-kebutuhan di sekitar kita, pada emosi-emosi kita sendiri, pada firman Tuhan—bahwa kita mewujudkan sikap “menarik-nafas-membuang napas” kehidupan Kristen ini. Memberi perhatian adalah sikap yang menyatukan latihan-latihan rohani kita.

Di dalam Injil Lukas, kita membaca tentang Simeon, seorang pria yang menggerakkan kakinya ke tempat Roh Kudus menyuruhnya pergi, merangkul bayi Yesus dengan tangannya, dan memuji Tuhan atas berkat dapat menyaksikan nubuat itu digenapi. Kehidupan Simeon dicirikan dengan menanti-nanti, bertahan hidup cukup lama untuk melihat Mesias menjadi manusia—Raja yang akan memperbarui segala sesuatu. Lukas menuliskan bahwa setelah Roh Kudus memimpinnya ke bait suci pada hari itu, Simeon melihat bayi Kristus yang sudah lama dinanti-nantikan dan bernubuat: “Terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel” (Lukas 2:32).

Kita merindukan penampakan-penampakan, keintiman dengan Kristus, kekudusan kehidupan rohani yang ditandai dengan meningkatnya perbuatan baik, dan pertumbuhan yang dapat kita ukur. Dan Simeon (seperti juga nabiah Anna di Lukas 2 serta banyak tokoh Alkitab lainnya) tentu juga demikian. Namun, karena ia begitu selaras dengan Roh Kudus, ia dapat mendengarkan, muncul di bait suci pada saat yang tepat, dan mengucapkan berkat dan nubuat atas Mesias. Disiplin rohaninya adalah mengamat-amati (waspada, berjaga-jaga).

Kebenaran yang diberikan Lukas kepada Simeon pasti dimulai saat ia mengajukan pertanyaan (seperti, Tuhan, apakah ini Mesias?) yang kemudian dikembangkan dengan memperkenankan jadwal, mimpi-mimpi, dan keinginan-keinginannya dibentuk oleh sesuatu yang lain dari sekadar daftar periksa Orang Farisi. Simeon tetap berada di sekitar bait suci dan menjaga komunikasi yang terus-menerus dengan Tuhan. Ia tidak terburu-buru; ia menunggu.

Penyetelan ulang yang baik akibat pandemi global adalah sebuah kesempatan untuk melambat, melakukan kebiasaan mengamat-amati, mengarahkan hidup kita di sekitar perkara-perkara Tuhan, sementara kita menunggu. Memilih berdoa sebelum mengecek surel-surel kita. Duduk diam dalam keheningan sebelum membaca Kitab Suci, saat kita datang ke hadirat Tuhan dengan sikap hormat karena siapa Dia. Membawa semua persoalan kita kepada Bapa dan kemudian menunggu untuk melihat apa yang sudah Dia lakukan—bukan rencana-rencana yang bisa kita buat.

Berikut ini ada beberapa ide yang bisa memancing ide-ide Anda sendiri:

  • Berdoa sementara Anda berjalan kaki.
  • Disiplin menjauhkan ponsel agar Anda dapat memberi perhatian pada kehidupan yang alami.
  • Membaca satu pasal Alkitab bersama anak-anak di sekitar meja makan, atau berkomunikasi via Zoom dengan teman-teman.
  • Mendengarkan dengan saksama perkataan setiap orang yang berbicara dengan Anda, agar Anda dapat memperhatikan mereka – bukan mendengar untuk mencari kesempatan berbicara.
  • Memiliki lebih banyak keheningan dalam hidup Anda, memberikan lebih banyak ruang dalam diri Anda untuk mendengar Tuhan berbicara.

Saat kita berlatih melambat untuk melihat dan mendengarkan, kita kemungkinan akan menjumpai kisah-kisah tentang luka —luka kita sendiri atau pun orang lain. Kita bebas membawa kesedihan kita (dan kesedihan mereka) kepada Yesus dan meminta transformasi. Kita dapat mengungkapkan saat-saat kita merindukan hadirat Tuhan dan juga dapat melangkah keluar dan melakukan tindakan-tindakan kemurahan, sekalipun kita takut “salah” dalam melakukannya. Kita dapat membaca Alkitab dan berpegang pada kisah Tuhan, sekalipun kita tidak mendengar suara-Nya berbicara.

Inilah gerakan-gerakan lambat dalam memberi perhatian. Kita memperhatikan. Kita membawa seluruh diri kita kepada Tuhan dan memberikan seluruh diri kita kepada orang lain. Kita percaya bahwa Roh yang sama yang bersaksi tentang pengangkatan kita sebagai pewaris kerajaan Tuhan juga berdoa untuk kita dalam kebingungan dan pengeluhan kita. Tugas kita adalah berdoa, mengharapkan Tuhan datang dan memimpin, seperti yang Dia lakukan pada Simeon.