Pengembangan yang Belum Selesai

Bila kita berharap untuk mencintai tanpa pamrih, kita harus menyingkirkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan.

Oleh : Charles F. Stanley

Pikiran kita adalah hal yang luar biasa. Dimulai sejak lahir, kita memproses impresi yang tak terhitung jumlahnya dari lingkungan kitaserta orang-orang berpengaruh dalam kehidupan kita — orang tua, anggota keluarga, guru, dan teman.Semua masukan ini, baik positif maupun negatif, membantu membentuk kepribadian, pemikiran, penalaran, dan perilaku kita. Selagi kita tumbuh secara fisik, kita juga harus maju dalam hal kedewasaan emosional dan rohani, tetapi kadang-kadang kita terjebak dalam pemikiran dan perilaku kekanak-kanakan.

I Korintus 13:4-13telah disebut sebagai “hymne kasih,” “ suatu interpretasi lirik dari Khotbah di Bukit,” dan “Ucapan Bahagiayang digubah ke musik.” Perikop ini memberikan keseimbangan yang sangat dibutuhkan dalam sebuah kitab yang membahas banyak masalah dalam gereja mula-mula .

Mari kita membacaIKorintus 3:1-3danIKorintus 13:8-11.

            Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? … Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap. Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

Beberapa orang percaya Korintus telah gagal untuk bertumbuh secara rohani. Mereka terganggu oleh perselisihan, begitu melindungi “hak-hak mereka,” dan terlalu terkesan dengan karunia roh yang lebih sensasional yaitu bahasa roh.Mereka hanya dapat menangani prinsip-prinsip dasar Alkitab — apa yang disebut Paulus sebagai “susu” —karena mereka tidak cukup dewasa untuk menerima dan memahami ajaran Firman Tuhan yang lebih berat.

Beberapa ahli menerapkan kata país untuk putra atau putri hingga usia 20 tahun (usia “dewasa penuh” dalam Alkitab). Kata itu menekankan bahwa seorang anak harus tetap di bawah pengawasan ketat selagi dia bertumbuh dalam iman.

Bahasa Yunani Perjanjian Baru memiliki dua kata berbeda yang merujuk pada masa kanak-kanak:

  • Paidion mengacu pada masa kanak-kanak dalam arti normal dan sehat. Istilah kita Pediatrics dan pediatrician berasal dari kata dasar ini. Istilah ini juga digunakan dalam Matius 18: 3 ketika Yesus berkata, “Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Kita tidak seharusnya melampaui kualitas kerendahan hati, iman, sikap menerima, dan keterbukaan seperti yang dimiliki anak-anak.
  • Di sisi lain,Népios,mengacu pada perkembangan yang tidak sehat atau tidak normal, di mana seorang anak tetap dalam keadaan bayi yang berkepanjangan. Ketika diterapkan secara emosional atau spiritual kepada seorang dewasa, kitamendeskripsikan orang itu sebagai orang yang tidak dewasa atau kekanak-kanakan. Dalam 1 Korintus 3:1, Paulus menggunakan kata ini untuk menggambarkan beberapa orang percaya di Korintus.

Penyebutan Paulus tentang hal-hal yang kekanak-kanakan di tengah pasal besarnya tentang kasih (I Kor. 13) mungkin pada awalnya tampak tidak pada tempatnya, tetapi ternyata memang pas. Karakteristik dan perilaku yang menunjukkan kasih agape membutuhkan tingkat kedewasaan emosional dan spiritual tertentu yang tidak dapat dicapai jika kita egois dan bersifat kekanak-kanakan.

Kata Yunani lainnya — teknion — juga digunakan untuk merujuk pada anak-anak. Namun, ini mengandung tingkat kasih sayang yang tidak terkait dengan dua lainnya. Ini juga bisa berarti “sayang” dan “murid.”

Dalam ayat 8-13 dari pasal yang sama, Paulus menjelaskan bahwa hal-hal tertentu yang penting dan berguna hari ini dalam kehidupan Kristiani akan dianggap tidak berguna ketika yang sempurna datang — yaitu hidup kita di surga. Hal yang sama berlaku untuk pola pikir dan perilaku kita yang sebelumnya berdosa. Mereka mungkin tampak berguna sebelum kita mengenal Yesus, tetapi sekarang mereka tidak lagi cocok.

Paulus berkata kita harus “menyingkirkan” mereka. Dalam bahasa Yunani, ini adalah kata katergeó, yang berarti “membuat tidak aktif, menghapuskan.” Sama seperti mainan yang kita nikmati saat balita telah dikesampingkan dan tidak lagi digunakan, maka sekarang pun cara hidup lama kita yang berdosa seharusnya tidak memiliki daya tarik lagi untuk kita. Kita tidak dapat membiarkannya membentuk pikiran dan perilaku kita, karena kita memiliki kehidupan baru di dalam Kristus yang benar dan tanpa pamrih. Sifat baru inilah yang memungkinkan kita untuk mengasihi orang lain sebagaimana seharusnya.

Pertanyaan

  • Sudahkah Anda mengidentifikasi sikap dan pola berdosa yang tersisa dalam hidup Anda? Apa yang membuat Anda tidak mengesampingkan mereka?

Bagaimana Alkitab telahmemperbarui dan mengubah cara Anda berpikir dan bersikap? Bagaimana hal ini telah meningkatkan kemampuan Anda untuk mengasihi orang lain?