Pesan Dalam Kekacauan

pesan-dalam-kekacauanDalam cerita-cerita di kitab Injil, Yesus berkali-kali mengejutkan para pengikut-Nya melalui sikap-Nya terhadap anak-anak. Dia bukan saja menyembuhkan dan memberkati mereka, menghargai mereka sama seperti Dia menghargai orang dewasa, tetapi Dia juga menasihati para murid-Nya agar memperhatikan dan belajar dari mereka. Sebagai contoh, Yesus berkata bahwa Allah menyingkapkan kebenaran tertentu kepada “orang-orang kecil” (Matius 11:25). Ketika Yesus berkonfrontasi dengan para pemimpin agama di bait Allah, anak-anak menyanyikan pujian bagi Dia karena mereka mengenal kebenaran tentang siapa Dia (Matius 21:12-17). Yesus bahkan pernah berkata, "Jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Matius 18:3).      

Bagaimana jika anak-anak saya bukan menghalangi saya dari hal yang sedang Tuhan kerjakan di dalam hidup saya, tetapi justru menjadi hal yang sedang Tuhan kerjakan di dalam hidup saya? Bagaimana jika kekacauan yang saya alami, gangguan dan kehilangan kesabaran, semuanya datang sebagai undangan untuk lebih memahami dan menerima kasih karunia-Nya? Bagaimana jika Allah ingin mengajar saya, menumbuhkan saya, melalui anak-anak saya? Dan bagaimana jika Allah ingin melakukan hal yang sama melalui anak-anak dalam jemaat dan komunitas kita?Ketika Yesus berkata bahwa kita harus memperhatikan anak-anak untuk belajar kebenaran, bahwa kita harus berubah dan menjadi seperti mereka, saya kiraDia bukan sedang memanggil kita untuk menjadi kekanak-kanakan, dan saya percaya Dia juga tidak menghendaki sifat mementingkan diri yang sering dibawa anak-anak ke dalam banyak interaksi. Namun saya dapat memikirkan sejumlah kualitas anak-anak yang tidak ada pada orang dewasa, yang tampaknya sangat berharga bagi Allah.Pertama, ada kekaguman dan sukacita. Anak-anak bisa memandang “birunya langit” dengan takjub dan bersyukur. Mereka melihat alam semesta sebagai sumber kekaguman yang tak ada habisnya. Anak kami William selalu saja akan bertanya tentang nama-nama pohon, burung-burung dan bintang-bintang. Bersama saudara-saudaranya ia akan melompat-lompat gembira ketika melihat kepingan salju pertama di setiap musim dingin. Mereka memandang dengan penuh perasaan kemuliaan Tuhan di dunia ini.

Terlebih dari itu, anak-anak menunjukkan kerentanan fisik dan emosional. Mereka bergantung pada orang dewasa hampir dalam segala hal. Dan kelemahan mereka mengundang keintiman. Di keluarga kami, selain anak-anak membuka diri kepada ayahnya dan saya sebagai orang-orang yang menyediakan kebutuhan mereka, mereka juga akan mencari kami untuk mendapatkan kasih dan peneguhan. Mereka akan naik ke pangkuan saya atau merapat di samping saya di tempat tidur setiap kali ada kesempatan.

Dengan kelemahan itu akan muncul kerendahan hati (mengakui kebutuhan) dan kepercayaan (harapan bahwa kami orangtuanya akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, dan memenuhinya dengan senang hati). Sebagai orang dewasa, saya telah belajar untuk melindungi diri saya sendiri daripada berisiko terluka karena bersikap lemah dan terbuka. Tetapi anak-anak saya menunjukkan iman yang mengherankan terhadap kami untuk memelihara mereka. Ketika Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk menjadi seperti anak kecil, saya kira Yesus ingin sekali para pengikut-Nya memiliki iman seperti kanak-kanak ini. Berulang kali Yesus berbicara tentang Allah sebagai Bapa kita – dalam Doa Bapa Kami, dalam banyak perumpamaan, dan bahkan dalam suatu peristiwa Dia menyebut para murid-Nya sebagai “orang yang kecil” (Matius 10:42).     

Semua itu telah menjadi sarana untuk membuat saya mengerti bahwa pertumbuhan rohani tidaklah tergantung pada perintah dan pengawasan, tetapi pada kelemahan, kerendahan hati dan kekaguman akan Allah yang mengasihi saya dengan pasti dan tak pernah berhenti. Anak-anak saya sudah mengganggu segala macam rencana, termasuk pertumbuhan rohani saya. Tetapi sekarang saya malah sangat bersyukur atas segala gangguan itu. Alih-alih menghancurkan dan akhirnya menghilangkan konsep-konsep saya tentang “Kehidupan rohani orang dewasa”, saya justru telah menerima undangan anak-anak saya untuk lebih mengenal Allah sebagai Bapa segalanya. Yesus menasihati kita – sekalipun kita yang tidak punya anak  – agar memperhatikan anak-anak di tengah kita. Jika kita melakukannya, kita akan melihat kemuliaan Allah.

Amy Julia Becker